(Vibizmanagement
- Quality) - Apa akibatnya apabila kita gagal memahami dan
mengendalikan risiko operasional, seperti yang terlihat pada transaksi
dan aktivitas bank akhir-akhir ini. Yang akan dihadapi adalah timbulnya
peningkatan resiko-resiko yang lain secara tajam (drastis) dan
diakhiri dengan terjadinya menurunnya performance / profit suatu
organisasi.
Dewan
Direksi dan Manajemen Senior bertanggung jawab menciptakan budaya
organisasi yang menempatkan prioritas tinggi pada pengendalian
operasional yang efektif dan kepatuhan pada pengendalian operasional
yang sehat. Manajemen risiko operasional sangat efektif jika budaya
bank mendorong standar tingkah laku etis yang tinggi di semua tingkatan
bank. Dewan dan Manajemen senior harus mempromosikan budaya organisasi
yang membangun melalui tindakan dan kata-kata harapan integritas untuk
semua pegawai dalam melakukan bisnis bank.
Prinsip-prinsip
yang harus dijalankan supaya suatu organisasi dapat berjalan sesuai
dengan prosedur operasional yang berlaku dan meminimasi resiko
operasional dan resiko-resiko yang lain adalah seperti yang dijelaskan
sbb:
Prinsip
1: Board of director, sebagai pimpinan tertinggi organisasi harus
menyadari aspek utama risiko operasional bank yang harus dikelola, dan
harus menyetujui dan mereview secara periodik kerangka manajemen risiko
operasional bank. Kerangka harus memberi definisi risiko operasional
menyeluruh pada perusahaan dan menentukan standar untuk
mengidentifikasi, menilai, memonitor, dan mengendalikan
(control/mitigate) risiko operasional. Di sini dewan harus harus
menyetujui implementasi kerangka kerja keseluruhan yang secara jelas
mengelola risiko operasional sebagai suatu risiko tersendiri untuk
kesehatan dan kekuatan bank. Dewan harus menyediakan tuntunan yang
jelas bagi manajer senior dan arahan yang menyangkut prinsip-prinsip
yang mendasari kerangka kerja tersebut dan menyetujui
kebijakan-kebijakan yang berhubungan yang dikembangkan oleh manajer
senior.
Kerangka
kerja harus mencakup selera dan toleransi risiko operasional buat bank,
seperti yang dinyatakan dalam kebijakan mengenai manajemen risiko dan
prioritas bank terhadap aktivitas-aktivitas manajemen risiko
operasional, termasuk tingkatan, dan tindakan dimana risiko operasional
dialihkan kepihak lain diluar bank. Harus juga termasuk kebijakan yang
secara garis besar pendekatan bank untuk melakukan identifikasi,
menilai, monitor dan kontrol/mitigasi risiko. Tingkatan kesulitan dan
kecanggihan dari kerangka kerja manajemen risiko operasional bank harus
selaras dengan profil risiko bank. Karena aspek yang penting dalam
mengelola risiko operasional berhubungan dengan kekuatan pengendalian
intern, oleh karenanya sangat penting bagi Dewan menetapkan kejelasan
lini tanggung jawab manajemen, akuntabilitas, dan pelaporan. Harus ada
pemisahan tanggung jawab dan lini pelaporan antara fungsi kontrol
risiko operasional, lini bisnis dan fungsi pendukung untuk menghindari
benturan kepentingan. Kerangka kerja harus juga menyatakan proses kunci
yang dibutuhkan perusahaan yang harus ada untuk mengelola risiko
operasional.
Prinsip
2: Board of directors, sebagai pimpinan tertinggi organisasi harus
memastikan bahwa ada audit reguler terhadap kerangka manajemen risiko
operasional yang dilakukan oleh tim internal yang independen dan
kompeten (yaitu independen dari tim risiko operasional – biasanya
fungsi internal audit). Bank harus memiliki cakupan internal audit
yang memadai untuk verifikasi kebijakan dan prosedur operasi telah
diimplementasikan secara efektif. Dewan (baik langsung atau tidak
langsung melalui komite auditnya) harus memastikan bahwa cakupan dan
frekwensi program audit telah sesuai dengan eksposur risiko. Audit
harus secara berkala memvalidasi kerangka kerja manajemen risiko
operasional perusahaan telah diimplementasikan secara eketif di seluruh
bagian dalam perusahaan.
Walaupun
fungsi audit terlibat dalam pengawasan kerangka kerja manajemen risiko
operasional, Dewan harus memastikan independensi audit tetap terjaga.
Independensi ini mungkin akan ternodai jika fungsi audit terlibat
langsung dalam proses manajemen risiko operasional. Fungsi audit
mungkin akan menyediakan masukan yang bernilai untuk mereka yang
bertanggung jawab pada manajemen risiko operasional, tetapi tidak boleh
memiliki tanggung jawab manajemen risiko operasional secara langsung.
Dalam praktiknya, Komite menyadari fungsi audit pada beberapa bank
(khususnya bank yang lebih kecil) mungkin akan memiliki tanggung jawab
awal untuk mengembangkan program manajemen risiko operasional. Jika hal
itu terjadi, bank harus menyadari bahwa tanggung jawab sehari-hari
dalam mengelola risiko operasional akan dialihkan kepihak lain dalam
waktu yang tepat.
Prinsip
3: Manajemen senior harus bertanggung jawab untuk implementasi kerangka
manajemen risiko operasional yang disetujui oleh board of director.
Manajemen senior harus bertanggung jawab untuk pengembangan kebijakan,
proses dan prosedur untuk mengelola risiko operasional pada bank.
Manajemen harus menerjemahkan kerangka kerja manajemen risiko
operasional yang dikembangkan oleh Dewan Direksi dalam kebijakan,
proses dan prosedur yang spesifik yang dapat diimplementasikan dan
diverifikasi dalam unit bisnis yang berbeda. Sementara level manajemen
masing-masing bertanggung jawab untuk kesesuaian dan keefektifan
kebijakan, proses, prosedur dan kontrol dalam cakupannya, senior
manajemen harus secara jelas memberikan otoritas, tanggung jawab dan
hubungan pelaporan untuk memajukan dan memelihara akuntabilitas, dan
memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan telah tersedia untuk
mengelola risiko operasional secara efektif.
Lebih
lagi, manajemen senior harus menilai kesesuaian proses pengawasan
manajemen yang sesuai dengan risiko yang terkandung dalam kebijakan
bisnis unit. Manajemen senior harus memastikan bahwa aktivitas bank
telah dilakukan oleh staff yang kompeten dengan pengalaman yang
memadai, kemampuan teknis dan akses kepada sumber daya.Manajemen senior
harus memastikan bahwa staff yang bertanggung jawab untuk mengelola
risiko operasional berkomunikasi secara efektif dengan staff yang
bertanggung jawab mengelola risiko kredit, pasar dan lainnya, juga
dengan mereka yang dalam perusahaan bertanggung jawab untuk mengadakan
layanan eksternal seperti pembelian asuransi dan perjanjian-perjanjian
dengan outsourcing. Kealpaan melakukan hal itu akan mengakibatkan
kesenjangan yang besar atau tumpang tindih dalam program manajemen
risiko keseluruhan.
Manajemen
senior harus memastikan bahwa kebijakan penggajian telah konsisten
dengan selera risiko. Kebijakan penggajian yang justru memberi
penghargaan kepada staff yang menyimpang dari kebijakan (contohnya
melampaui limit yang telah ditetapkan) akan melemahkan proses manajemen
risiko bank. Perhatian khusus juga harus diberikan pada kualitas
kontrol dokumentasi dan praktik penanganan transaksi. Kebijakan, proses
dan prosedur yang berhubungan dengan teknologi maju yang mendukung
transaksi dalam jumlah yang besar, khususnya, harus didokumentasikan
dan disebarluaskan kepada orang yang relevan.
Prinsip
4 : Identifikasi dan menilai risiko operasional yang terkandung di
dalam semua produk, aktivitas, proses dan sistem. Identifikasi risiko
adalah kaki bukit dari pengembangan berkelanjutan monitor dan sistem
kontrol risiko operasional yang bisa dilakukan. Identifikasi risiko
yang efektif mempertimbangkan faktor internal (seperti struktur bank,
karakteristik aktivitas bank, kualitas SDM bank, perubahan organisasi,
perputaran staf) dan faktor eksternal (seperti perubahan dalam industri
dan kemajuan teknologi) yang dapat mempengaruhi secara buruk pencapaian
tujuan bank. Sebagai tambahan, untuk melakukan identifikasi potensi
risiko terburuk, bank harus menilai kerapuhan pada risiko-risiko ini.
Penilaian risiko yang efektif membuat bank menyadari dengan lebih baik
profil risikonya dan secara sangat efektif sumber daya-sumber daya
tujuan manajemen risiko. Berbagai perangkat yang mungkin digunakan
untuk melakukan identifikasi dan penilaian risiko operasional, antara
lain:
Saat
ini bank dinilai lemah di dalam menjalankan aktivitas operasionalnya
sehingga memiliki potensial resiko operasional yang cukup besar. Oleh
karena itu dibutuhkan Self – or Risk Assesment untuk membantu melakukan
pengendalian terhadap resiko oeprasional. Proses ini digerakkan dari
internal dan seringkali dalam bentuk checklist (daftar pertanyaan)
dan/atau lokakarya (workshop) untuk melakukan identifikasi kekuatan dan
kelemahan lingkungan risiko operasional. Scorecards, sebagai contoh,
menyediakan cara menerjemahkan penilaian kualitatif menjadi metric
kuantitatif yang memberikan peringkat berbagai tipe eksposur risiko
operasional. Nilai tertentu mungkin berhubungan dengan risiko yang
hanya ada pada lini bisnis tertentu sementara lainnya mungkin
memeringkat risiko yang ada pada beberapa lini bisnis. Nilai mungkin
menunjukkan risiko inheren, juga kontrol-kontrol untuk mitigasinya.
Sebagai tambahan, Scorecards mungkin digunakan oleh bank untuk
mengalokasikan modal ekonomis (economic capital) pada berbagai lini
bisnis dalam hubungan dengan kinerja dalam pengelolaan dan kontrol
berbagai aspek risiko operasional.
Selain
itu sebagai langkah untuk mengendalikan resiko operasional adalah
dengan Operasional Risk Mapping: dalam proses ini, berbagai unit
bisnis, fungsi organisasi atau alur proses dipetakan dalam type risiko.
Latihan ini dapat mengungkapkan area-area yang lemah dan menolong
membuat prioritas tindakan manajemen selanjutnya.
Risk
Indicators: Adalah indikator risiko adalah statistik dan atau metrik,
seringkali berhubungan dengan finansial, yang dapat menyediakan
pengertian tentang posisi risiko bank. Indikator-indikator ini
cenderung dikaji berkala (mungkin bulanan atau kuartalan) untuk
mengingatkan bank pada perubahan indikasi yang menjadi perhatian
risiko. Indikator-indikator ini mungkin termasuk jumlah kegagalan
perdagangan, tingkat perputaran karyawan dan frekwensi dan/atau dampak
kesalahan dan kelalaian.